Selasa, 28 April 2015

Quipped that Result in Serious

Gurau yang Menimbulkan Masalah

          Pagi yang cerah di hari minggu, aku dan adikku hendak pergi ke gereja.

“Dek udah siap?” Kataku.

“Udah kak.”


Adikku bernama yusup. Ia baru berumur 6 tahun dan duduk  bangku di bangku kelas 1 SD. Maka dari itu aku, kakaknya yang telah berumur 14 tahun ditugasi oleh orang tua untuk mengantar-jemput adikku ke Gereja. Selain aku, ada kakaknya yang lain. Dia bernama Lois. Umurnya tiga tahun lebih tua dariku dan sekarang sedang duduk di bangku SMA. Karena kakaknya Lois  pergi  Gereja lebih pagi.

Gereja kami berada di Jl. Siliwangi no.18. Sedangkan rumahku berada di Jln. Bratayudha, Asrama Korsik no.10. Kami biasa pergi ke Gereja dengan sarana transportasi angkutan umum kota atau biasa disebut angkot. Tapi cenderung lebig sering menggunakan becak. Angkot hanya menjadi pilihan alternatif apabila tidak ada becak, karena dipinggir mulut gang dekat rumah kami ada pangkalan becak yang disana terdapat cukup banyak becak.

“De, pergi sendiri ya! Ini bawa uangnya empat ribu.”

“Iya kak”

“Eh gak jadi ketang, de!”

“Kamu kantongin uangnya ya! Sekalian ambil sepatu kakak diteras!”

“Iya kak!”

Sementara aku diruang tengah menyiapkan yang lain-lain. Lima menit pun berlalu, aku siap berangkat bersama adikku.

“De?”
De… Yusup!”

Karena tidak ada jawaban aku bergegas keteras, dan tak kudapati adikku disana. Disitu aku mulai panik. Aku kembali masuk, mencari di semua ruangan, dan hasilnya nihil. Dengan setengah berlari aku kembali keteras dan melihat ke sisi kanan dan kiri tetap nihil maka aku berlari melihat dari ujung mulut gang. Terlihat adikku sedang berbicara dengan salah satu penarik becak.

“Yusup!”

“Yusup, jangan!”

Adikku sama sekali tidak mendengar teriakanku. Sampai akhirnya dia naik becak itu. Aku berusaha menenangkan diriku sendiri. Aku berpikir bahwa itu adalah salah satu becak langganan kami. Karena memang disana terlihat banyak becak yang sedang mangkal. Aku kembali kerumah. Aku pikir lebih baik aku pergi nanti saja untuk menjemput adikku. Lima belas menit pun berlalu, HP-ku berdering. Satu panggilan masuk dari ibuku.

“Halo?”

“Nita!”

“Iya, ada apa?”

“Dimana kamu, kok belum nyampe?”

“Iya lagi dijalan mah, sebentar lagi nyampe.”

Panggilan terputus. Aku tersadar seharusnya adikku sudah sampai digereja. Disitu aku benar-benar panik. Terlintas dipikiranku mungkin saja itu bukan salah satu becak langganan kami. Bergegas aku menyusul ke gereja, dan benar takkudapati adikku disana. Ketika kuceritakan kejadiannya ibuku marah besar, Ia menyuruhku untuk mencari adiku sampai dapat. Aku kembali ke pangkalan becak dekat rumahku tadi untuk menanyakan adikku.

“Mang mau nanya, lihat adik saya gak?”

“Oh ningali neng!” Kata salah seorang penari becak langganan kami yang memang sudah mengenali bener kami.

“Kemana ya mang, belum nyampe ke gereja?”

“Oh, tadi teh yang bawa ade eneng bukan becak yang biasa mangkal disini neng.”

“Ade saya ngomong ke emang yang nganternya gimana mang?”

“Gini cenah neng, “Mang ke gereja dekat Alun-Alun.”

“Aduh nyasar geura itu mah mang! Ya udah atu mang makasih!”

Aku bergegas ke Alun-Alun dan hasilnya nihil. Aku coba mencari di jalan Cimanuk dan nihil pula. Setelah itu kejalan Kabupaten dan A.Yani dan belum juga ditemukan adikku. Sudah aku tanya setiap becak yang ada disana, pejalan kaki sesekali. Aku benar-benar takut, bagaimana kalau adiku tak diketemukan, bagaimana nanti aku menghadi kemarahan orangtuaku. Aku mencarinya sambil menangis.
Sampai akhirnya aku mencari kejalan Bank. Didepan Gereja Advent ada seorang penarik becak dan aku bertanya padanya.

“Mang lihat anak kecil gak, pake baju belang-belang warna kuning, celana coklat, anaknya gemuk mang?”

“Yang sekitar umur 7 tahun neng?”

“Iya mang bener, emang liat, ada dimana mang?”

“Oh tadi ada kakaknya yang cari juga dan sekarang udah sama kakaknya.”

“Yang laki-laki, tinggi, idungnya mancung, rada item mang?” Aku menyebutkan cirri-ciri kakakku .

“Iya neng bener.”

“Oh, ya udah atu mang, makasi banyak ya mang.” Sambil berkata demikian air mataku mengalir begitu derasnya.”

“Iya neng sama-sama.”

Aku berjanji kejadian seperti ini adalah yang pertama dan terakhir.
  




                                                                                                                         Yunita

                                                                                              01 September 2012
                                                                                                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar